* Fakta Wahabi:
Naif dan Inkonisten.......
Hampir mayoritas ummat Wahabi memanfaatkan fasilitas
gambar dan foto, memajang di dinding rumahnya, kantor-kantor kegiatannya, dan
ketika acara-acara organisasinya. Naifnya, bukan hanya ummat awam Wahabi yang
melakukan, tapi nyatanya para dedengkot Wahabi yang melakukan, nich buktinya...
Fakta 1 : Karikatur KH. Ahmad Dahlan dalam film Sang
Pencerah
Fakta 2 : Dalam istana Raja Saud (Kiblat Wahabi)
* Fatwa Wahabi:
Hukum Gambar Makhluk
Bernyawa (bagian 2)
(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-
Atsariyyah)
Dalam edisi lalu telah disebutkan sejumlah dalil yang
menujukkan keharaman gambar makhluk bernyawa yakni manusia dan hewan. Berikut
kelanjutannya.
Saudariku Muslimah… semoga Allah memberi taufiq kepada
kami dan kepadamu…
Dalam edisi yang lalu kita telah mengetahui beberapa
dalil1 yang menunjukkan larangan menggambar makhluk hidup, dalam hal ini gambar
manusia dan hewan, baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Serta tidak bolehnya
menyimpan gambar-gambar tersebut karena syariat justru memerintahkan agar
gambar-gambar itu dihapus/ dihilangkan. Dan sebenarnya cukuplah laknat dari
Rasulullah n beserta ancaman neraka untuk menghentikan para pembuat gambar
makhluk hidup, pelukis, pemahat dan pematung dari perbuatan mereka. Kalaupun
terpaksa tetap pada profesi/ pekerjaannya, mereka harus menghindari membuat
gambar/ patung/ pahatan makhluk bernyawa. Ketika seorang pembuat gambar berkata
kepada Ibnu Abbas c: “Aku bekerja membuat gambar-gambar ini, aku mencari
penghasilan dengannya.” Maka Ibnu ‘Abbas c berkata kepadanya: “Mendekatlah
kepadaku.” Orang itupun mendekati Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas berkata lagi:
“Mendekat lagi.” Orang itu lebih mendekat hingga Ibnu ‘Abbas dapat meletakkan
tangannya di atas kepala orang tersebut, lalu berkata: “Aku akan beritakan
kepadamu dengan hadits yang pernah aku dengar dari Rasulullah n. Aku mendengar
beliau n bersabda:
“Semua tukang gambar (makhluk bernyawa) itu di neraka.
Allah memberi jiwa/ ruh kepada setiap gambar (makhluk hidup) yang pernah ia
gambar (ketika di dunia), maka gambar-gambar tersebut akan menyiksanya di
neraka Jahannam.”
Kemudian, setelah menyampaikan hadits Rasulullah n Ibnu
Abbas c menasehatkan: “Jika kamu memang terpaksa melakukan hal itu (bekerja
sebagai tukang gambar), maka buatlah gambar pohon dan benda-benda yang tidak
memiliki jiwa/ruh.”2
Dalil berikut ini lebih mempertegas lagi haramnya gambar
makhluk bernyawa: ‘Aisyahxberkata: “Rasulullah n datang dari safar (bepergian
jauh) sementara saat itu aku telah menutupi sahwah3ku dengan qiram (kain tipis
berwarna-warni) yang berlukis/ bergambar. Ketika Rasulullah n melihatnya,
beliau menyentakkannya hingga terlepas dari tempatnya seraya berkata:
“Manusia yang paling keras siksaan yang diterimanya pada
hari kiamat nanti adalah mereka yang menandingi (membuat sesuatu yang
menyerupai) ciptaan Allah.”
Kata Aisyah: “Maka kami pun memotong-motong qiram
tersebut untuk dijadikan satu atau dua bantal.”4
Dalam riwayat berikut disebutkan bentuk gambar itu,
seperti yang diberitakan ‘Aisyah x:
“Rasulullah n datang dari safar sementara aku menutupi
pintuku dengan durnuk (tabir dari kain tebal berbulu, seperti permadani yang
dipasang di dinding, –pent.), yang terdapat gambar kuda-kuda yang memiliki
sayap. Maka beliau memerintahkan aku untuk mencabut tabir tersebut, maka akupun
melepasnya.”5
Masih hadits Aisyahx,ia mengabarkan pernah membeli
namruqah6 bergambar makhluk bernyawa. Nabi r berdiri di depan pintu dan tidak
mau masuk ke dalam rumah. Aisyah pun berkata: “Aku bertaubat kepada Allah, apa
dosaku?” Nabi berkata: “Untuk apa namruqah ini?” Aku menjawab: “Untuk engkau
duduk di atasnya dan bersandar dengannya.”
Beliau n bersabda:
“Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini akan diazab pada
hari kiamat, dikatakan kepada mereka: ‘Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan,
dan sungguh para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada
gambar’.”7
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani t menyebutkan bahwa
Al-Imam Al-Bukhari t dalam Shahih-nya mengisyaratkan, kedua hadits di atas8
tidaklah saling bertentangan bahkan satu dengan lainnya bisa dikumpulkan.
Karena bolehnya memanfaatkan bahan yang bergambar (makhluk bernyawa) untuk
diinjak atau diduduki9 tidak berarti boleh duduk di atas gambar. Maka bisa jadi
yang dijadikan bantal oleh Aisyah x adalah pada bagian qiram yang tidak ada
gambarnya. Atau gambar makhluk hidup pada qiram tersebut telah terpotong
kepalanya atau terpotong pada bagian tengah gambar sehingga tidak lagi
berbentuk makhluk hidup, maka Nabi r pun tidak mengingkari apa yang dilakukan
Aisyah x. (Fathul Bari, 10/479)
Asy-Syaikh Muqbil t berkata: “Dalil-dalil ini
menunjukkan haramnya seluruh gambar makhluk bernyawa, baik yang memiliki
bayangan (tiga dimensi) atau tidak memiliki bayangan (dua dimensi). Hadits
qiram menun-jukkan haramnya gambar makhluk hidup yang tidak memiliki bayangan.
Demikian pula perintah Nabi r untuk menghapus gambar-gambar yang ada di dinding
Ka’bah, maka gambar-gambar tersebut dihapus dengan menggunakan kain perca dan
air.”
Beliau t juga berkata: “Lebih utama bila rumah
dibersihkan dari gambar-gambar yang dihinakan sekalipun (seperti gambar yang
ada di keset, yang diinjak-injak oleh kaki-kaki manusia) agar malaikat tidak
tercegah/tertahan untuk masuk ke dalam rumah. Dan juga Nabi r memerintahkan
agar gambar-gambar yang ada pada namruqah dipotong, dan bisa jadi gambar-gambar
yang ada pada hamparan itu telah terpotong gambarnya sehingga bentuknya menjadi
seperti pohon.” (Hukmu Tashwir, hal. 31)
Abu Hurairah t berkata: Rasulullah r bersabda: “Jibril
datang menemuiku, beliau berkata: ‘Sesungguhnya aku semalam menda-tangimu,
namun tidak ada yang mencegahku untuk masuk ke rumah yang engkau berada di
dalamnya melainkan karena di pintu rumah itu ada patung laki-laki, dan di dalam
rumah itu ada qiram bergambar yang digunakan sebagai penutup, di samping itu
pula di rumah tersebut ada seekor anjing. Maka perintahkanlah kepada seseorang
agar kepala patung yang ada di pintu rumah itu dipotong sehingga bentuknya
seperti pohon, perintahkan pula agar kain penutup itu dipotong-potong untuk
dijadikan dua bantal yang bisa dibuat pijakan, dan juga perintahkan agar anjing
itu dikeluarkan’.” Rasulullah r pun melaksanakan instruksi Jibril tersebut.
(HR. At-Tirmidzi no. 2806, kitab Al-Libas ‘an Rasulullah r, bab Ma Ja`a Annal
Malaikah la Tadkhulu Baitan fihi Shurah wa la Kalb, dihasankan Asy-Syaikh
Muqbil dalam Al-Jami`ush Shahih, 4/319)
Ibnu Abbas c berkata: “Gambar itu dikatakan hidup bila
memiliki kepala. Maka jika kepalanya dipotong tidak lagi teranggap gambar
hidup.”
Riwayat mauquf10 ini dibawakan Al-Baihaqi t dalam
Sunan-nya (7/270) dan isnadnya shahih sampai Ibnu Abbas c, kata Asy-Syaikh
Muqbil t.11 (Hukmu Tashwir, hal. 55)
Gambar Makhluk Hidup untuk Kepentingan Belajar Mengajar
Asy-Syaikh Muqbil t berkata: “Pendapat yang membolehkan
gambar untuk kepentingan pengajaran tidaklah ada dalilnya. Bahkan hadits
tentang dilaknatnya tukang gambar yang telah lewat penyebutannya sudah meliputi
hal ini. Dan juga bila hal ini dibolehkan akan menumbuhkan sikap meremehkan
perbuatan maksiat tashwir (membuat gambar) di jiwa para pelajar. Sehingga
mereka akan meniru perbuatan tersebut yang berakibat mereka bersiap-siap
menghadapi laknat Allah bila mereka belum baligh dan mereka dilaknat bila sudah
baligh. Mereka akan menolong perbuatan maksiat bahkan akan membelanya. Bila
demikian, di manakah rasa tanggung jawab (para pendidik)? Rasulullahr telah
bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan
ditanya tentang kepemimpinannya.”12
“Tidak ada seorangpun yang dijadikan sebagai pemimpin
oleh Allah namun dia tidak memimpin rakyatnya tersebut dengan penuh nasihat
(tidak mengemban amanah
dengan baik malah berkhianat kepada rakyatnya, –pent.) melainkan sebagai
ganjarannya dia tidak akan mendapatkan (mencium) wanginya surga.”13
Nabi r sungguh sangat memperhatikan pendidikan anak-anak
dengan tarbiyyah diniyyah (pendidikan agama). Beliau pernah bersabda:
“Setiap anak itu dilahirkan di atas fithrah, maka kedua
ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”14
Beliau juga bersabda dalam sebuah hadits qudsi yang
diriwayatkannya dari Rabbnya:
“(Allah berfirman:) sesungguhnya Aku menciptakan
hamba-Ku dalam keadaan hanif15 lalu setan membawa pergi/ mengalihkan mereka
(dari kelurusannya).”16
Dengan demikian haram bagi guru/ pendidik dan bagi
pemerintah/ penguasa untuk memberi kesempatan dan kemungkinan bagi para pelajar
untuk menggambar (makhluk hidup). (Hukmu Tashwir, hal. 34-35)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(Insya Allah bersambung)
Kalau ada dari kalangan ahlussunnah yg tdk konsisten dgn sunah, maka kita katakan itu salah ,tapi kalau ada dari kalangan ahlul bid'ah yg tidak konsisten dgn kebid'ahan nya dan mau melakukan sunnah, kita ucapkan alhamdulillah. Wassallam.
BalasHapus