Oleh:
Muhammad Azil Maskur
Ma Huwal Islam?
Pertanyaan
itulah yang awal muncul ketika kita membahas tentang Ke-Islam-an. Apa itu
islam? Banyak para pakar menerjemahkan arti dari slam. Secara harfiah Islam
berasal dari kata Aslama-Yaslamu-Islaman yang artinya selamat, damai, aman dll.
Secara istilahaiyah Islam banyak arti, ada yang mengatakan bahwa islam adalah
agama yang benar yang di ridloi oleh Allah SWT, ini merujuk pada sebuah ayat
Alqur’an yang berbunyi:
Artinya:
Sesungguhnya
agama disisi Allah (yang diridloi Allah) adalah agama Islam.
Iman
Fadlilah[1] mengatakan bahwa kita kadang-kadang kita
pilih kasih dalam penerjemahan, arti “al islam”. pada kata terakhir ayat diatas
menurutnya artinya bukan agama islam akan tetapi mempunyai arti “selamat”. Jadi
arti sesungguhnya adalah agama disisi Allah (di ridloi Allah) adalah “selamat”.
Pemaknaan
selamat inilah yang akhirnya memunculkan pertanyaan yang tak kunjung usai
terjawab oleh para pemikir islam adalah apakah manusia yang ketika dilahirkan
suci dan dalam ketidaktahuannya lingkungan menjadikan si manusia tersebut
berbeda-beda (ada yang islam, kristen, yahudi, hindu, budha dll) menjadi
berbeda pula nasibnya di akhirat kelak. Pemaknaan selamat inilah yang akhirnya
para pemikir islam memberanikan jawaban bahwa manusia didunia sama derajatnya.
Agama apapun yang di anut ketika dalam kesehariannya membawa nilai-nilai
keselamatan seperti kedamaian, persamaan derajat, keadilan dll (Nilai Universalisme
Islam) maka akan selamat pula di akhirat. Pendapat inilah yang penulis fikir
sangat berani. Akan tetapi kita sebagai umat yang diberi akal sebagai
penyeimbang wahyu Tuhan tentunya berapresiatif dengan segala pemikiran islam
yang muncul seperti ini.
Islam
juga diartikan sebagai agama yang dibangun dengan lima (5) pilar “Syahadat,
Sholat, Zakat, Puasa, Haji”. Penerjemahan tersebut didasarkan atas anggapan
rukun islam ada lima (5). Sehingga bagi siapa saja yang belum menunaikan
ritual-ritual tersebut disebut orang islam yang belum sempurna.
Ada
juga yang lebih luas dan humanis dalam mengartikan apa itu islam yaitu agama
yang ditujukan untuk rahmat bagi sekalian alam (Rahmatallil ‘alamin). Pandangan
ini menerjemahkan islam adalah agama yang membawa kenyamanan, keadilan,
persamaan derajat dan nilai-nilai universal lain bagi manusia di dunia.
Islam sebagai Ritual dan Islam sebagai Nilai
Berbagai
definisi islam yang dilontarkan para pakar islam kita dapat menarik benang
merah dan mempersempit pemaknaan islam menjadi dua (2) definisi yaitu islam
sebagai ritual dan islam sebagai nilai.
Islam
sebagai Ritual dapat diartikan bahwa islam adalah agama yang mengajarkan
berbagai ajaran (Syariah) seperti Sholat, Zakat, Puasa, Haji, dll.
Islam
sebagai Nilai dapat diartikan bahwa islam adalah agama yang diturunkan dengan
membawa pesan keadilan, kedamaian, persamaan hak, kemerdekaan dan nilai-nilai
universal umat manusia lainnya.
Islam yang Benar (Islam Kaffah)?
Sebagai
orang yang kebetulan beragama islam, maka pertanyaan selanjutnya yang muncul
ketika kita mengetahui pemaknaan islam adalah bagaimana berislam yang benar?
Atau seperti apa islam yang benar?
Fakta
sejarah memperlihatkan pasca wafatnya Rasulullah SAW, umat islam terpecah-pecah
menjadi bermacam-macam golongan, ada Syiah, Khowarij, Wahabiyah, Qodariyah,
Jabariyah dan lain-lain. Di saat banyak munculnya aliran pemahaman islam
tiba-tiba muncul hadist yang dianggap shohih[2], yang mengatakan bahwa Islam secara
kelembagaan pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW akan terbagi menjadi 73 golongan.
dan yang selamat dikatakan hadits itu hanya satu (1) golongan yaitu yang
mengikuti jalan Nabi Muhammad SAW. Haditsnya berbunyi:
Artinya:
Nabi
SAW Memberitahu: Bahwa umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, yang selamat
hanya satu, lainnya binasa. Beliau ditanya: Siapa yang selamat? Beliau
menjawab: Ahlussunnah Waljamaah. Ditanya lagi: Siapa itu ahlussunnah waljamaah?
Beliau menjawab: Yang mengikuti apa yang saya lakukan beserta para sahabatku”.
Dengan
adanya hadits tersebut seluruh aliran-aliran Islam berduyun-duyun untuk
menyatakan dirinya sebagai bagian yang selamat yaitu yang mengikuti sunnah
rasul dan mengikuti sahabatnya.
Ada
hal menarik yang dapat diambil pelajaran adalah kelompok umat islam yang
mengklaim paling benar dan akan selamat di dunia akhirat adalah kelompok aliran
yang menamakan dirinya ahlussunnah waljamaah. Ahlussunnah waljamaah disini
dimaknai sebagai madzhab yaitu suatu aliran yang dalam tauhidnya mengikuti imam
abu hasan al-asyari dan abu mansyur al-maturidi, dalam fikihnya mengikuti salah
satu madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) sedangkan dalam kajian
tasawufnya mengikuti imam Junaidi dan Imam Ghozali.
Menelaah
keberadaan hadits tersebut serta banyaknya aliran islam yang mengklaim adalah
golongan yang selamat, maka sebenarnya siapa yang akan selamat? Yang akan
selamat tentunya adalah islam yang benar. Mengenai islam yang benar itu
bagaimana? Salah satu alternatif jawaban yang secara dalil naqli maupun di
nalar secara logika kritis maka dapat dijawab bahwa salah satu[3] islam yang benar adalah agama islam yang
mengajarkan adanya transformasi dari islam sebagai ritual (lembaga) maupun
islam sebagai nilai-nilai universal (Universalisme islam).
Aswaja Sebagai Metode Berfikir (Manhajul Fikr) Menuju
Transformasi Islam
Untuk
dapat mentransformasikan islam sebagai addin maupun islam sebagai nilai (ruh
yang luhur) digunakan 4 (empat) cara pendekatan yang disebut sebagai
prinsip-prinsip ahlussunnah waljama’ah (Aswaja)[4], yaitu:
1. Tawasuth
Tawasuth
berasal dari kata “wasatho” artinya “tengah-tengah”. Hal ini berarti dalam
memahami segala bentuk ajaran islam senantiasa berpedoman dengan nilai-nilai
kemoderatan. Nilai kemoderatan inilah nantinya yang akan membawa pemahaman
menuju islam yang benar.
2. Tawazun
Tawazun
mempunyai makna “seimbang”. Hal ini berarti dalam setiap langkah dalam sendi
kehidupan beragama senantiasa menggunakan prinsip keseimbangan dalam pemecahan
setiap permasalahan yang muncul. Seimbang dalam menjalin hubungan dengan Allah,
Seimbang dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia, dan seimbang dalam
menjalin hubungannya dengan alam semesta. Dengan sikap seimbang inilah kita
nantinya akan menemukan islam yang benar.
3. Tasamuh
Tasamuh
mempunyai makna “toleransi” artinya Allah menciptakan manusia bermacam-macam
suku, agama, dan ras. Sehingga dalam menyikapi suatu masalah kita senantiasa
menggunakan prinsip toleransi. Dengan menggunakan prinsip ini kita akan lebih
memahami perbedaan sebagai sunnatullah dan tidak terpecah belah dalam
perbedaan. Yakinlah bahwa menghormati terhadap sesama manusia walaupun berbeda
agama tidak akan berdosa dan yakinlah bahwa mengejek, menghina, dan mengucilkan
manusia walaupun itu non islam tetap berdosa. Ingat filosofis Dosanya Ismail
Fachri[5] “Dosa adalah segala sesuatu yang
menimbulkan efek negatif bagi diri sendiri, sesama manusia maupun sesama makhluq
lain”.
4.
Ta’adul
Ta’adul
berasal dari kata “adala” artinya adil. Dalam kehidupan sehari-hari pastilah
banyak permasalahan sehingga agar islam kita benar maka sentiasa kita
menggunakan prinsip Ta’adul sebagai landasan berfikir mencari penyelesaian
masalah.
Empat
(4) komponen inilah yang digunakan menjadi manhajul fikr guna mencari islam
yang benar yang betul-betul di ridloi oleh Allah SWT.
Akhir
dari makalah ini akan saya katakan nahwa “Islam dipandang sebagai Addin (Ritual
Formalitas) belaka tanpa mengindahkan ruh (nilai universalisme islam) seperti
tubuh manusia yang tak bernyawa sehingga tiada gunanya, sedangkan Islam
dipandang hanya sebagai ruh (nilai universalisme islam) saja tanpa memandang
formalits ritualnya bagaikan nyawa tanpa raga. Sehingga marilah kita
sempurnakan islam kita dengan menggabungkan keduanya untuk menunjukkan bahwa
islam adalah rahmatallil’alamin (rahmat bagi sekalian alam).
[1] Seorang aktivis PMII yang aktif dalam kajian
ke-Islam-an, Sekarang menjadi Dosen Filsafat Islam pada
Fakultas
Syariah IAIN Walisongo
hadits
ini. Ada yang menganggap shohih, ada yang menganggap dloif, ada yang hanya diam
tidak
berkomentar.
Kelompok Sunni (Ahlussunnah waljamaah dalam artian madzhab) menganggap shohih.
[3] Dikatakan “salah satu” karena penulis tidak bisa
mengatakan bahwa inilah islam yang mutlak benar.
Akan
tetapi ini Transformasi Islam adalah salah satu islam yang secara kajian
komperhenship dasar
naqli
maupun akal benar.
[4] Pandangan Aswaja sebagai manhajul fikr pertama kali
di cetuskan oleh KH. Said Agil Siroj salah satu
ketua
PB NU. Pandangan ini menjadikan umat islam yang dulunya memandang bahwa Aswaja
Sebagai
Madzhab dengan satu pengertian akhirnya menjadi manhaj fikr (hanya sebagai
metode
berfikir
untuk memperoleh kebenaran).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar