Visitor Map

Rabu, 13 Juni 2012

Manhajul Fikr - Metode Berfikir Ahlussunnah Waljamaah


Oleh: Muhammad Azil Maskur
Ma Huwal Islam?
Pertanyaan itulah yang awal muncul ketika kita membahas tentang Ke-Islam-an. Apa itu islam? Banyak para pakar menerjemahkan arti dari slam. Secara harfiah Islam berasal dari kata Aslama-Yaslamu-Islaman yang artinya selamat, damai, aman dll. Secara istilahaiyah Islam banyak arti, ada yang mengatakan bahwa islam adalah agama yang benar yang di ridloi oleh Allah SWT, ini merujuk pada sebuah ayat Alqur’an yang berbunyi:
Artinya:
Sesungguhnya agama disisi Allah (yang diridloi Allah) adalah agama Islam.
Iman Fadlilah[1] mengatakan bahwa kita kadang-kadang kita pilih kasih dalam penerjemahan, arti “al islam”. pada kata terakhir ayat diatas menurutnya artinya bukan agama islam akan tetapi mempunyai arti “selamat”. Jadi arti sesungguhnya adalah agama disisi Allah (di ridloi Allah) adalah “selamat”.
Pemaknaan selamat inilah yang akhirnya memunculkan pertanyaan yang tak kunjung usai terjawab oleh para pemikir islam adalah apakah manusia yang ketika dilahirkan suci dan dalam ketidaktahuannya lingkungan menjadikan si manusia tersebut berbeda-beda (ada yang islam, kristen, yahudi, hindu, budha dll) menjadi berbeda pula nasibnya di akhirat kelak. Pemaknaan selamat inilah yang akhirnya para pemikir islam memberanikan jawaban bahwa manusia didunia sama derajatnya. Agama apapun yang di anut ketika dalam kesehariannya membawa nilai-nilai keselamatan seperti kedamaian, persamaan derajat, keadilan dll (Nilai Universalisme Islam) maka akan selamat pula di akhirat. Pendapat inilah yang penulis fikir sangat berani. Akan tetapi kita sebagai umat yang diberi akal sebagai penyeimbang wahyu Tuhan tentunya berapresiatif dengan segala pemikiran islam yang muncul seperti ini.
Islam juga diartikan sebagai agama yang dibangun dengan lima (5) pilar “Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa, Haji”. Penerjemahan tersebut didasarkan atas anggapan rukun islam ada lima (5). Sehingga bagi siapa saja yang belum menunaikan ritual-ritual tersebut disebut orang islam yang belum sempurna.
Ada juga yang lebih luas dan humanis dalam mengartikan apa itu islam yaitu agama yang ditujukan untuk rahmat bagi sekalian alam (Rahmatallil ‘alamin). Pandangan ini menerjemahkan islam adalah agama yang membawa kenyamanan, keadilan, persamaan derajat dan nilai-nilai universal lain bagi manusia di dunia.
Islam sebagai Ritual dan Islam sebagai Nilai
Berbagai definisi islam yang dilontarkan para pakar islam kita dapat menarik benang merah dan mempersempit pemaknaan islam menjadi dua (2) definisi yaitu islam sebagai ritual dan islam sebagai nilai.
Islam sebagai Ritual dapat diartikan bahwa islam adalah agama yang mengajarkan berbagai ajaran (Syariah) seperti Sholat, Zakat, Puasa, Haji, dll.
Islam sebagai Nilai dapat diartikan bahwa islam adalah agama yang diturunkan dengan membawa pesan keadilan, kedamaian, persamaan hak, kemerdekaan dan nilai-nilai universal umat manusia lainnya.
Islam yang Benar (Islam Kaffah)?
Sebagai orang yang kebetulan beragama islam, maka pertanyaan selanjutnya yang muncul ketika kita mengetahui pemaknaan islam adalah bagaimana berislam yang benar? Atau seperti apa islam yang benar?
Fakta sejarah memperlihatkan pasca wafatnya Rasulullah SAW, umat islam terpecah-pecah menjadi bermacam-macam golongan, ada Syiah, Khowarij, Wahabiyah, Qodariyah, Jabariyah dan lain-lain. Di saat banyak munculnya aliran pemahaman islam tiba-tiba muncul hadist yang dianggap shohih[2], yang mengatakan bahwa Islam secara kelembagaan pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW akan terbagi menjadi 73 golongan. dan yang selamat dikatakan hadits itu hanya satu (1) golongan yaitu yang mengikuti jalan Nabi Muhammad SAW. Haditsnya berbunyi:
Artinya:
Nabi SAW Memberitahu: Bahwa umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, yang selamat hanya satu, lainnya binasa. Beliau ditanya: Siapa yang selamat? Beliau menjawab: Ahlussunnah Waljamaah. Ditanya lagi: Siapa itu ahlussunnah waljamaah? Beliau menjawab: Yang mengikuti apa yang saya lakukan beserta para sahabatku”.
Dengan adanya hadits tersebut seluruh aliran-aliran Islam berduyun-duyun untuk menyatakan dirinya sebagai bagian yang selamat yaitu yang mengikuti sunnah rasul dan mengikuti sahabatnya.
Ada hal menarik yang dapat diambil pelajaran adalah kelompok umat islam yang mengklaim paling benar dan akan selamat di dunia akhirat adalah kelompok aliran yang menamakan dirinya ahlussunnah waljamaah. Ahlussunnah waljamaah disini dimaknai sebagai madzhab yaitu suatu aliran yang dalam tauhidnya mengikuti imam abu hasan al-asyari dan abu mansyur al-maturidi, dalam fikihnya mengikuti salah satu madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) sedangkan dalam kajian tasawufnya mengikuti imam Junaidi dan Imam Ghozali.
Menelaah keberadaan hadits tersebut serta banyaknya aliran islam yang mengklaim adalah golongan yang selamat, maka sebenarnya siapa yang akan selamat? Yang akan selamat tentunya adalah islam yang benar. Mengenai islam yang benar itu bagaimana? Salah satu alternatif jawaban yang secara dalil naqli maupun di nalar secara logika kritis maka dapat dijawab bahwa salah satu[3] islam yang benar adalah agama islam yang mengajarkan adanya transformasi dari islam sebagai ritual (lembaga) maupun islam sebagai nilai-nilai universal (Universalisme islam).
Aswaja Sebagai Metode Berfikir (Manhajul Fikr) Menuju  Transformasi Islam
Untuk dapat mentransformasikan islam sebagai addin maupun islam sebagai nilai (ruh yang luhur) digunakan 4 (empat) cara pendekatan yang disebut sebagai prinsip-prinsip ahlussunnah waljama’ah (Aswaja)[4], yaitu:
1. Tawasuth
Tawasuth berasal dari kata “wasatho” artinya “tengah-tengah”. Hal ini berarti dalam memahami segala bentuk ajaran islam senantiasa berpedoman dengan nilai-nilai kemoderatan. Nilai kemoderatan inilah nantinya yang akan membawa pemahaman menuju islam yang benar.
2. Tawazun
Tawazun mempunyai makna “seimbang”. Hal ini berarti dalam setiap langkah dalam sendi kehidupan beragama senantiasa menggunakan prinsip keseimbangan dalam pemecahan setiap permasalahan yang muncul. Seimbang dalam menjalin hubungan dengan Allah, Seimbang dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia, dan seimbang dalam menjalin hubungannya dengan alam semesta. Dengan sikap seimbang inilah kita nantinya akan menemukan islam yang benar.
3. Tasamuh
Tasamuh mempunyai makna “toleransi” artinya Allah menciptakan manusia bermacam-macam suku, agama, dan ras. Sehingga dalam menyikapi suatu masalah kita senantiasa menggunakan prinsip toleransi. Dengan menggunakan prinsip ini kita akan lebih memahami perbedaan sebagai sunnatullah dan tidak terpecah belah dalam perbedaan. Yakinlah bahwa menghormati terhadap sesama manusia walaupun berbeda agama tidak akan berdosa dan yakinlah bahwa mengejek, menghina, dan mengucilkan manusia walaupun itu non islam tetap berdosa. Ingat filosofis Dosanya Ismail Fachri[5] “Dosa adalah segala sesuatu yang menimbulkan efek negatif bagi diri sendiri, sesama manusia maupun sesama makhluq lain”.
4.     Ta’adul
Ta’adul berasal dari kata “adala” artinya adil. Dalam kehidupan sehari-hari pastilah banyak permasalahan sehingga agar islam kita benar maka sentiasa kita menggunakan prinsip Ta’adul sebagai landasan berfikir mencari penyelesaian masalah.
Empat (4) komponen inilah yang digunakan menjadi manhajul fikr guna mencari islam yang benar yang betul-betul di ridloi oleh Allah SWT.
Akhir dari makalah ini akan saya katakan nahwa “Islam dipandang sebagai Addin (Ritual Formalitas) belaka tanpa mengindahkan ruh (nilai universalisme islam) seperti tubuh manusia yang tak bernyawa sehingga tiada gunanya, sedangkan Islam dipandang hanya sebagai ruh (nilai universalisme islam) saja tanpa memandang formalits ritualnya bagaikan nyawa tanpa raga. Sehingga marilah kita sempurnakan islam kita dengan menggabungkan keduanya untuk menunjukkan bahwa islam adalah rahmatallil’alamin (rahmat bagi sekalian alam).

[1] Seorang aktivis PMII yang aktif dalam kajian ke-Islam-an, Sekarang menjadi Dosen Filsafat Islam pada
Fakultas Syariah IAIN Walisongo
[2] Penulis katakan “hadits dianggap shohih” karena ada 3 pandangan ulama besar terhadap keberadaan
hadits ini. Ada yang menganggap shohih, ada yang menganggap dloif, ada yang hanya diam tidak
berkomentar. Kelompok Sunni (Ahlussunnah waljamaah dalam artian madzhab) menganggap shohih.
[3] Dikatakan “salah satu” karena penulis tidak bisa mengatakan bahwa inilah islam yang mutlak benar.
Akan tetapi ini Transformasi Islam adalah salah satu islam yang secara kajian komperhenship dasar
naqli maupun akal benar.
[4] Pandangan Aswaja sebagai manhajul fikr pertama kali di cetuskan oleh KH. Said Agil Siroj salah satu
ketua PB NU. Pandangan ini menjadikan umat islam yang dulunya memandang bahwa Aswaja
Sebagai Madzhab dengan satu pengertian akhirnya menjadi manhaj fikr (hanya sebagai metode
berfikir untuk memperoleh kebenaran).
[5] Ismail fachri, Kaprodi Pendidikan Bahasa Arab Unnes.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar