“Allah Ada Tanpa Tempat Dan Waktu”
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ
“Allah Tidak Menyerupadi Dan Diserupai Apapun”
Sumber;
www.kiraitomy.wordpress.com
Beberapa
waktu yang lalu, saya kesasar di web muslimah.or.id, saya kaget dengan artikelnya yang berjudul “jika masih ada yang bertanya-tanya “dimanakah Allah”. Dalam al-qur’an sudah jelas disebutkan bahwa
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ
“Dia
(Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi
maupun semua segi), dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (QS.
as-Syura: 11)
Yang
lucu adalah, ketika saya komen dan menjelaskan semua qaul-qaul ulama’ salaf dan
kholaf yang menganggap bahwa aqidah yang menyebutkan kalo Allah duduk di atas
arsy itu adalah aqidah kufur, mereka gak mau nampilin komenku, komenku malah
dihapus. saat saya nulis artikel di blog ini baru saya kirimi mereka semua
hujjah dari para ulama’ yang menentang paham mereka. Tapi entah, coba buka muslimah.or.id dihapus atau tidak, saat ini masih ada, entah besok atau besoknya
lagi. Dan ternyata komenku di hapus lagi, bahkan komenku lebih banyak dari
artikelnya. itu menunjukkan mereka tak mau menerima kebenaran.
COBA baca komen
dibawahnya dari Ummu Sufyan, yang dia sebutkan selain
Imam Malik, Bayhaqi, Abu Ja’far At-Thahawi, Bukhari, Ibnu Mas’ud
adalah ulama’2 wahabi. Bahayannya, ualama’2 ahlussunannah
seperti Imam Malik dan yang saya sebut di atas qaul-qaulnya
diselewengkan dengan disyarahi oleh orang2 wahabi sendiri. Baca juga
coment dari binsajen, dia sangat parah, dia mendustakan qaul Sayyidina Ali Radliyallahu
anhu yang aku cantumin dalam komenku. Dan berhati-hatilah
membaca artikelnya, dia seorang wahabi tulen, yang mengharamkan maulid nabi.
Berikut adalah pendapat ulama’ tentang paham yang menyebutkan kalau
Allah itu tidak sama dengan makhluq Nya dan tidak bertempat pada Arsy:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ
Ayat
ini adalah ayat yang paling jelas dalam al Qur’an yang berbicara tentang tanzih
(mensucikan Allah dari menyerupai makhluk), at-Tanzih al Kulliy; pensucian yang
total dari menyerupai makhluk. Jadi maknanya sangat luas, dari ayat tersebut
dapat dipahami bahwa Allah maha suci dari berupa benda, dari berada pada satu
arah atau banyak arah atau semua arah. Allah maha suci dari berada di atas
arsy, di bawah arsy, sebelah kanan atau sebelah kiri arsy. Allah juga maha suci
dari sifat-sifat benda seperti bergerak, diam, berubah, berpindah dari satu
keadaan ke keadaan yang lain dan sifat-sifat benda yang lain.
Al-Imam Abu Hanifah
berkata:
أنـّى يُشْبِهُ الْخَالِقُ مَخْلُوْقَـه artinya: “Mustahil Allah menyerupai makhluk-Nya”.
Dengan demikian Allah tidak menyerupai makhluk-Nya, dari satu segi maupun semua segi.
Al-Imam Malik berkata:وَكَيْفَ عَنْهُ مَرْفُوْعٌ
“Kayfa (sifat-sifat benda) itu mustahil bagi Allah”.
Perkataan al-Imam Malik ini diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Bayhaqi dengan sanad yang kuat. Maksud perkataan al-Imam Malik ini adalah bahwa Allah maha suci dari al Kayf (sifat makhluk) sama sekali. Definisi al Kayf adalah segala sesuatu yang merupakan sifat makhluk seperti duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dengan jarak dan lain–lain.
أنـّى يُشْبِهُ الْخَالِقُ مَخْلُوْقَـه artinya: “Mustahil Allah menyerupai makhluk-Nya”.
Dengan demikian Allah tidak menyerupai makhluk-Nya, dari satu segi maupun semua segi.
Al-Imam Malik berkata:وَكَيْفَ عَنْهُ مَرْفُوْعٌ
“Kayfa (sifat-sifat benda) itu mustahil bagi Allah”.
Perkataan al-Imam Malik ini diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Bayhaqi dengan sanad yang kuat. Maksud perkataan al-Imam Malik ini adalah bahwa Allah maha suci dari al Kayf (sifat makhluk) sama sekali. Definisi al Kayf adalah segala sesuatu yang merupakan sifat makhluk seperti duduk, bersemayam, berada di atas sesuatu dengan jarak dan lain–lain.
الْمَحْدُوْدُ عِنْدَ عُلَمَاءِ
التّوْحِيْدِ مَا لَهُ حَجْمٌ صَغِيْرًا كَانَ أوْ كَبِيْرًا، وَالْحَدُّ
عِنْدَهُمْ هُوَ الْحَجْمُ إنْ كَانَ صَغِيْرًا وَإنْ كَانَ كَبِيْرًا، الذَّرَّةُ
مَحْدُوْدَةٌ وَاْلعَرْشُ مَحْدُوْدٌ وَالنُّوْرُ وَالظَّلاَمُ وَالرِّيْحُ كُلٌّ
مَحْدُوْد
“Menurut
ulama tauhid yang dimaksud dengan al-mahdud (sesuatu yang berukuran) adalah
segala sesuatu yang memiliki bentuk baik kecil maupun besar. Sedangkan
pengertian al-hadd (batasan) menurut mereka adalah bentuk baik kecil maupun
besar. Adz-Dzarrah (sesuatu yang terlihat dalam cahaya matahari yang masuk
melalui jendela) mempunyai ukuran dan disebut Mahdud demikian juga arsy,
cahaya, kegelapan dan angin masing-masing mempunyai ukuran dan disebut Mahdud
“.
Al-Imam Ali ibn Abi Thalib -semoga
Allah meridlainya- berkata:
مَنْ زَعَمَ أنَّ إِلهَـَنَا مَحْدُوْدٌ فَقَدْ جَهِلَ الْخَالِقَ الْمَعْبُوْدَ (رَوَاه أبُو نُعَيم
“Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aym (W 430 H) dalam Hilyah al-Auliya, juz 1, h. 72).
مَنْ زَعَمَ أنَّ إِلهَـَنَا مَحْدُوْدٌ فَقَدْ جَهِلَ الْخَالِقَ الْمَعْبُوْدَ (رَوَاه أبُو نُعَيم
“Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aym (W 430 H) dalam Hilyah al-Auliya, juz 1, h. 72).
Al-Imam al-Ghazali
(semoga Allah merahmatinya) berkata:
لاَ تَصِحُّ الْعِبَادَةُ إلاّ بَعْدَ مَعْرِفَةِ الْمَعْبُوْدِ
“Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (Allah) yang wajib disembah”.
Artinya barangsiapa yang tidak mengenal Allah dengan menjadikan-Nya memiliki ukuran yang tidak berpenghabisan misalnya maka dia adalah kafir. Dan tidak sah bentuk-bentuk ibadahnya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya.
لاَ تَصِحُّ الْعِبَادَةُ إلاّ بَعْدَ مَعْرِفَةِ الْمَعْبُوْدِ
“Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (Allah) yang wajib disembah”.
Artinya barangsiapa yang tidak mengenal Allah dengan menjadikan-Nya memiliki ukuran yang tidak berpenghabisan misalnya maka dia adalah kafir. Dan tidak sah bentuk-bentuk ibadahnya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya.
Al-Imam Abu Ja’far ath-Thahawi ( 227-321 H) berkata:
تَعَالَـى (يَعْنِي اللهَ) عَنِ الْحُدُوْدِ وَالغَايَاتِ وَالأرْكَانِ وَالأعْضَاءِ وَالأدَوَاتِ لاَ تَحْوِيْهِ الْجِهَاتُ السِّتُّ قَسَائِرِ الْمُبْتَدَعَاتِ
“Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya). Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut”.
تَعَالَـى (يَعْنِي اللهَ) عَنِ الْحُدُوْدِ وَالغَايَاتِ وَالأرْكَانِ وَالأعْضَاءِ وَالأدَوَاتِ لاَ تَحْوِيْهِ الْجِهَاتُ السِّتُّ قَسَائِرِ الْمُبْتَدَعَاتِ
“Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya). Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut”.
Allah
berfirman: فَلاَ تَضْرِبُوْا
لِلّهِ الأمْثَالَ (سورة النحل
“Janganlah kalian membuat serupa-serupa bagi Allah”(QS. an-Nahl: 74)
Dengan demikian barangsiapa mengatakan bahwa Allah memiliki hadd yang hadd tersebut tidak ketahui oleh kita, hanya Allah saja yang mengetahuinya maka sungguh orang ini adalah seorang yang kafir, karena dengan demikian dia telah menetapkan Allah sebagai benda yang memiliki bentuk dan ukuran.
Maksud perkataan ath-Thahawi ”La Tahwihi al-Jihat as-Sittu…” bahwa Allah mustahil berada di salah satu arah atau di semua arah karena Allah ada tanpa tempat dan arah. Enam arah yang dimaksud adalah adalah atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang.
Maksud perkataan ath-Thahawi ”Ka Sa-ir al-Mubtada’at” adalah bahwa semua makhluk diliputi oleh arah, sedangkan Allah tidak menyerupai makhluk-Nya dari satu segi maupun semua segi dan Allah tidak bisa digambaarkan dalam hati dan benak manusia.
“Janganlah kalian membuat serupa-serupa bagi Allah”(QS. an-Nahl: 74)
Dengan demikian barangsiapa mengatakan bahwa Allah memiliki hadd yang hadd tersebut tidak ketahui oleh kita, hanya Allah saja yang mengetahuinya maka sungguh orang ini adalah seorang yang kafir, karena dengan demikian dia telah menetapkan Allah sebagai benda yang memiliki bentuk dan ukuran.
Maksud perkataan ath-Thahawi ”La Tahwihi al-Jihat as-Sittu…” bahwa Allah mustahil berada di salah satu arah atau di semua arah karena Allah ada tanpa tempat dan arah. Enam arah yang dimaksud adalah adalah atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang.
Maksud perkataan ath-Thahawi ”Ka Sa-ir al-Mubtada’at” adalah bahwa semua makhluk diliputi oleh arah, sedangkan Allah tidak menyerupai makhluk-Nya dari satu segi maupun semua segi dan Allah tidak bisa digambaarkan dalam hati dan benak manusia.
al-Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan:
مَهْمَا تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فاللهُ بِخِلاَفِ
ذَلِكَ (روَاه أبُو الفَضْلِ التَّمِيْمِيُّ
“Apapun
yang terlintas dalam benak kamu (tentang Allah), maka Allah tidak seperti itu”.
(Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi).
Jika ada pertanyaan: Bagaimana hal demikian itu bisa terjadi (bahwa ada sesuatu yang ada tetapi tidak bisa dibayangkan dan digambarkan dengan benak)? Jawab: Bahwa di antara makhluk ada yang tidak bisa kita bayangkan akan tetapi kita harus beriman dan meyakini adanya. Yaitu bahwa cahaya dan kegelapan keduanya dulu tidak ada. Tidak ada satupun di antara kita yang bisa membayangkan pada dirinya bagaimana ada suatu waktu atau masa yang berlalu tanpa ada cahaya dan kegelapan di dalamnya?! Meski demikian kita wajib beriman dan meyakini bahwa telah ada suatu masa yang berlalu tanpa dibarengi dengan cahaya dan kegelapan.
Jika ada pertanyaan: Bagaimana hal demikian itu bisa terjadi (bahwa ada sesuatu yang ada tetapi tidak bisa dibayangkan dan digambarkan dengan benak)? Jawab: Bahwa di antara makhluk ada yang tidak bisa kita bayangkan akan tetapi kita harus beriman dan meyakini adanya. Yaitu bahwa cahaya dan kegelapan keduanya dulu tidak ada. Tidak ada satupun di antara kita yang bisa membayangkan pada dirinya bagaimana ada suatu waktu atau masa yang berlalu tanpa ada cahaya dan kegelapan di dalamnya?! Meski demikian kita wajib beriman dan meyakini bahwa telah ada suatu masa yang berlalu tanpa dibarengi dengan cahaya dan kegelapan.
Sebenarnya,
masih buanyak sekali qaul-qaul ulama’ yang menyebutkan bahwa Allah ada tanpa
tempat, ini masih belum termasuk qaul-qaul dari ulama’2 di indonesia sendiri.
Ulama’2 di indonesia seperti KH. Hasyim Asya’ari, Syekh Nawawi
al-Bantani, Mufti Betawi Sayyid Utsman bin Abdullah dan banyak lagi
juga menyebutkan dalam kitab2nya bahwa Allah itu maha suci dari tempat dan
tidak membutuhkan tempat. Dalam muslimah.or.id lihat siapa ulama’ yang diambil rujukan. Semua ulama’
itu adalah ulama’ wahabi seperti Ibnu Taimiyah.
Untuk lebih jelas dan lebing lengkap masalah aqidah saya link dari
facebook salah satu ustadz saya di sini, juga di sini, atau di sini . Untuk mengetahui siapakah Ibnu Taimiyah selain dari kitab “Tasynifil
Masami’” karya Syekh Badruddin az-Zarkasyi yang menukil bahwa Ibnu Taimiyah
dikafirkan oleh para ulama’ pada masa itu, lihat DI SINI DAN DI SINI.
Kawan, islam yang kaffah bukanlah mereka yang BERJENGGOT PANJANG,
KENIGNYA HITAM, CELANA CINGKRANG, BERKERUDUNG LEBAR, BACAAN QUR’ANNYA LANCAR,
TAPI ISLAM yang kaffah selain melakukan sunnah yang dianjurkan al-qur’an hadits
dan ijma’ ulama’ TAPI JUGA HARUS BER’AQIDAH YANG BENAR, jika AQIDAH KITA KUFUR
seperti BERKEYAKINAN ALLAH BERTEMPAT DI ARSY ATAU TASYBIH “MENYAMAKAN ALLAH
DENGAN MAKHLUQNYA”, maka jelas hal itu TELAH MENGELUARKAN DARI ISLAM, percuma
dan sia-sia meski ibadah kita tak pernah putus, tapi beraqidah kufur maka TAK
ADA GUNANYA AMAL KITA yang tak pernah putus tersebut. KAWAN, DALAM BELAJAR
TAUHID DAN AQIDAH, BELAJARLAH PADA ULAMA’ AHLUSSUNNAH, JANGAN SAMPAI TERSESAT
PADA ORANG WAHABI, MEREKA ITU ORANG BARU MUNCUL, TAPI MERASA SOK BENAR. AKU
HANYA MENGIKUTI PENAFSIRAN AL-QUR’AN DAN HADITS DARI ULAMA’ SALAF DAN KHOLAF
AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH KARENA DALAM HADITS TELAH DISBUT
خَيْرُ الْقُرُوْنِ قَرْنِي ثُمَّ الّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ )رَوَاهُ التّرمِذِي
“Sebaik–baik abad adalah abad-ku, kemudian satu abad setelahnya, kemudian satu abad setelahnya” (HR. at-Tirmidzi)..
Dan menurut ulama’ salaf dan kholaf keyakinan Allah bertempat pada arsy atau menyerupakah Allah dengan makhluq adalah KUFUR, MAKA apa kita harus diam saja?
خَيْرُ الْقُرُوْنِ قَرْنِي ثُمَّ الّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ )رَوَاهُ التّرمِذِي
“Sebaik–baik abad adalah abad-ku, kemudian satu abad setelahnya, kemudian satu abad setelahnya” (HR. at-Tirmidzi)..
Dan menurut ulama’ salaf dan kholaf keyakinan Allah bertempat pada arsy atau menyerupakah Allah dengan makhluq adalah KUFUR, MAKA apa kita harus diam saja?
wallahu’alam
bisshowaab…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar